Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung sejak Februari 2020 di Indonesia telah membawa banyak perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan di semua tingkat. Mulai dari pendidikan usia  dini hingga pendidikan doctoral di perguruan tinggi seolah dipaksa untuk menyesuaikan teknis pelaksanaan pembelajaran untuk meminimalisir penyebaran virus yang dapat menyebabkan kematian tersebut. Terkait penyesuaian ini, kesiapan setiap institusi pendidikan tentulah tidak sama. Profil peserta didik yang belajar di institusi adalah salah satu factor yang cukup berpengaruh pada kebijakan yang harus diambil terkait penyelenggaraan pembelajaran.

Sekolah Menengah Pertama adalah institusi pendidikan yang menaungi pembelajaran untuk peserta didik remaja kelompok usia 12-15 tahun. Kelompok usia ini adalah kelompok yang baru mulai menyenangi interaksi sosial  bersama teman-teman baru yang berbeda dari tingkat sekolah sebelumnya. Aktivitas berkumpul yang dilakukan remaja kelompok usia ini rentan sekali menjadi pusat penyebaran virus Covid-19. Dikhawatirkan, jika mereka membawa virus tersebut, mereka dapat menularkannya kepada guru dan staff administrasi di sekolah serta keluarga di rumah. Oleh karena itu, sejak Maret 2020 hingga saat ini, Dinas Pendidikan Kota Padang yang membawahi seluruh institusi pendidikan dasar dan menengah mengambil kebijakan untuk merumahkan siswa dan mengalihkan pembelajaran dari tatap muka menjadi tatap maya berbasis aplikasi.

Transisi pembelajaran dari tatap muka ke pembelajaran berbasis daring bukanlah hal yang mudah. Semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran turut dipaksa untuk menyesuaikan diri. Guru harus mempelajari dan menguasai IT serta memiliki device dan koneksi internet yang mendukung, begitu pula dengan siswa dan orang tua dirumah. Perlu komitmen kuat dari siswa untuk mengikuti pembelajaran tanpa tatap muka langsung dengan gurunya, dan komitmen dari orang tua untuk mengawasi siswa selama belajar di rumah. Sejauh ini, guru yang kami wawancarai di lapangan (kota Padang dan sekitarnya) masih mengeluhkan kendala dari ketersediaan device, koneksi internet, komitmen siswa untuk focus selama tatap maya, serta komitmen dan pengawasan dari orang tua. Dengan kata lain, pelaksanaan pembelajaran daring belumlah berjalan dengan efektif.

Berdasarkan hasil survey ke beberapa sekolah di kota Padang, Bukittinggi, Padang Panjang, dan Pariaman bulan Februari dan Agustus 2020, kami menemukan bahwa sebagian besar guru IPA di sekolah adalah guru wanita dengan usia di atas 30 tahun. Guru IPA laki-laki cukup jarang ditemukan, kalaupun ada jumlahnya hanya 1 atau 2 dalam satu sekolah. Terkait kesiapan guru melaksanakan pembelajaran secara daring, salah satu kendala yang kami temui adalah pelaksanaan penilaian atau assessment. Tidak jarang ditemukan penilaian dilakukan sebatas lewat pemberian tugas semata karena dirasa tidak ada cara untuk melakukannya dengan adil. Beberapa guru mengungkapkan bahwa gangguan koneksi internet, ketidaan smartphone atau laptop dan lemahnya komitmen siswa untuk jujur menjadi kendala untuk melaksanaan penilaian hasil belajar secara adil dan serentak secara online.

Dinas Pendidikan kota Padang pada dasarnya sudah mengupayakan adanya pelatihan dan bimbingan teknis baik online maupun offline untuk membekali guru dengan pengetahuan dan Latihan penguasan IT terkait penilaian pembelajaran secara daring. Namun pelaksanaannya di lapangan, banyak guru yang kami temui mengakui tidak mampu mengikuti dan menerapkan materi dalam pelatihan dan bimtek tersebut dengan maksimal. Alasan dibalik ketidakmampuan ini adalah tanggung jawab guru yang sebagian besar adalah perempuan terhadap keluarga di luar jam kerja. Guru yang kami temui mengungkapkan bahwa sangat sulit untuk focus mengikuti pelatihan atau bimtek (terutama yang dilaksanakan online dari rumah) karena harus berbagi perhatian dengan anak-anak. Mengikuti pelatihan dari sekolah pun waktunya terbatas karena disamping teralihkan dengan tugas lain, sesampainya di rumah guru akan kesulitan mengingat materi karena sudah harus focus mengurus keluarga.

Bertolak dari situasi di lapangan ini, tim dari Jurusan Pendidikan IPA, yang diketuai oleh Monica Prima Sari, M.Pd dan beranggotakan Rani Oktavia, M.Pd dan Rahmah Evita Putri, M.Pd., melaksanakan kegiatan pengabdian pada masyarakat bertajuk, Penyusunan dan Diseminasi Pocket Book Pembelajaran IPA Melalui Online Learning Platforms dan dilaksanakan dalam periode Agustus – November 2020. Kegiatan ini baru saja selesai dilaksanakan yang ditandai dengan dilaksanakannya diseminasi ke sekolah mitra yaitu SMP Negeri 22 Padang dan SMP Negeri 16 Padang.  

Gambar 1. Diseminasi pocket book di SMP N 16 Padang

Pocket book yang disusun ini membahas tiga aplikasi yang dapat digunakan guru untuk melakukan penilaian secara online, yaitu kahoot!, Quizizz, dan Mentimeter.com. Penggunaan ketiga aplikasi ini tidak hanya terbatas untuk mendukung penilaian untuk pembelajaran daring saja. Ketika pembelajaran sudah Kembali diijinkan untuk berlangsung di sekolah, ketiga aplikasi ini dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi peserta didik dalam pembelajaran IPA sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan (end).  

Gambar 2. Diseminasi pocket book di SMP N 22 Padang

Diseminasi pocket book ini mendapat sambutan yang sangat baik dari guru IPA di sekolah yang seluruhnya adalah guru perempuan, terutama yang berusia di atas 45 tahun. Keberadaan pocket book ini dirasa memudahkan guru perempuan untuk mempelajari teknisnya tanpa harus bergantung pada ketersediaan jaringan internet atau kenyamanan menggunakan smartphone (ketersediaan baterai, ukuran layar yang kecil, pencahayaan yang kurang nyaman untuk mata). Tim pelaksana pengabdian sangat bersyukur karena pocket book ini sejatinya disusun memang untuk memfasilitasi guru perempuan yang kesulitan menguasai cara melakukan penilaian secara online melalui aplikasi yang banyak tersedia di internet. Besar harapan kami bahwa pandemi Covid-19 dapat segera berakhir sehingga pelatihan atau bimtek sebagai bentuk follow-up dari penyusunan pocket-book ini dapat dilakukan secara offline.